Menikahlah ...


Download Kajiannya Disini (Bag 1) dan Disini (Ba g2) 


Pernikahan adalah hal yang fitrah….. didambakan oleh setiap orang yang normal, baik itu laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh. Dan disyariatkan oleh Islam, sebagai amalan sunnah bagi yang melaksanakannya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan manusia dengan rasa saling tertarik kepada lawan jenis dan saling membutuhkan, sehingga dengan itu saling mengasihi dan mencintai untuk mendapatkan ketenangan dan keturunan dalam kehidupannya. Bahkan pernikahan adalah merupakan rangkaian ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala yang di dalamnya banyak terdapat keutamaan dan pahala besar yang diraih oleh pasangan tersebut.

Walaupun demikian, banyak kita jumpai pada saudara-saudarai kita tealah salah menilai suatu pernikahan, bahkan di kalangan mereka tidak mengerti ilmu sekalipun.Langkah awal melakukan pernikahan didasari karena ingin lari dari suatu problem yang sedang dialami. Sebagai contoh kasus dibawah ini:

Fulanah adalah seorang muslimah, yang sudah mengkaji ilmu dien. Ia mempunyai konflik yang cukup berat dengan orang tuanya, mungkin dengan sedikitnya ilmu maka ia kurang bisa dalam bermuamalah dengan orang tuanya, atau mungkin juga karena kurang fahamnya tentang bagaimana pengalaman daripada Birrul-walidain (Berbakti kepada kedua orang tua-ed). Masalahnya ia akan dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya yang menurutnya tidak sepaham dalam hal manhaj (pemahaman). Alasan ini adalah terpuji di dalam Islam, namun cara pendekatan dan cara menolak kepada orang tuanya yang mungkinkurang baik. Keua orang tuanya mendesak terus agar ia menerima lelaki yang dianggap tepat untuk pasangan hidup anaknya. Fulanah sangat bingung, apalagi orangtuanya mulai mengancam dengan berbagai ancaman. Kebingungannya itu, ia kemukakan kepada salah seorang teman perempuannya sepengajian yang sudah nikah. Temannya itu pun dengan spontan menyarankan supaya dia menikah dengan teman suaminya. Fulanah dengan senang hati menerima usulan tersebut, sejuta harapan yang indah …. bayangkan ! Ia akan terbebas dari problem yang sedang ia hadapi dan dapat menjadi istri seseorang yang sefaham dengannya nanti … bisa ngaji sama-sama, bisa mengamalkan ilmu sama-sama. Lelaki yang dimaksudpun akhirnya merasa iba setelah mendengar cerita tentang keistiqomahan Fulanah. Dia beranggapan bahwa Fulanah lebih perlu ditolong, sekalipun cita-citanya yang menjadi taruhannya. Sebenarnya ia belum siap untuk menikah, karena sedang menimba ilmu dien bahkan baru mulai merasakan lezatnya menimba ilmu.

Singkat cerita akhirnya dengan izin Allah menikahlah mereka. Orang tuanya yang tadinya bersikeras, mengizinkan dengan ketulusan hati seorang bapak kepada putrinya, demi kebaikan anaknya. Pernikahan berlangsung dengan disaksikan oleh kedua orangtua Fulanah dan teman-temannya.

Mulanya pasangan ini kelihatan bahagia. Dengan seribu cita-cita dan angan-angan. Fulanah ingin membentuk rumah tangga yang Islami bersama suami yang akan selalu membimbing dia dan akan selalu bersama disampingnya.

Hari-hari terus berjalan sebulan-dua bulan…, mereka mulai mengetahui kelemahan masing-masing, dan mulailah timbul perasaan kecewa di hati mereka, harapan dan cita-cita tidak sesuai dengan kenyataan. Si isteri kurang mengetahui tentang hal-hal yang harus ia lakukan, misalnya ketika suami pulang dari luar rumah; ia berpenampilan seadanya, bahkan terkesan kusut dan tidak menarik. Mungkin ia menganggap suaminya orang baik yang tidak perlu memandang wanita yang berpenampilan indah dan menarik. Ini hanya satu contoh dan masih banyak hal lagi yang membuat suami kecewa. Sang suami yang sudah pernah merasakan lezatnya menimba ilmu, ingin kembali sibuk dalam majlis ilmu. Baginya duduk bersama teman-teman semajlis ilmu lebih mengasyikkan dari pada duduk bersama isteri yang “menjenuhkan”.

Fulanah yang masih kurang ilmu diennya, menilai bahwa suaminya telah menelantarkannya. Fulanah merasa tertekan melihat tingkah laku suaminya yang demikian. Tak tahu harus berbuat apa. Ia memang kurang mempunyai bekal ilmu untuk menghadapi pernikahan. Konflik rumah tangga pun terjadi. Ternyata konflik dengan orang tuanya yang dulu, lebih ringan rasanya dibanding dengan konfliknya yang sekarang. Kalau sudah seperti ini …. apa yang ingin ia lakukan? Cerai … dan kembali ke orang tua ? …. wal’iyadzubillah, bukan hal yang mudah !

Sesungguhnya kasus yang terjadi di atas banyak kita jumpai di kalangan muslim dan muslimah yang tanpa pikir panjang dan tanpa persiapan apa-apa dalam langkahnya menuju nikah. Bahkan ada problem rumah tangga yang lebih parah lagi akibat dari pernikahan yang tanpa dilandasi oleh ilmu dien, amalan dan ketaqwaan. Misalnya ada kemaksiatan yang terjadi di dalam rumah tangga tersebut ; suami menyeleweng atau sebaliknya, yang membuat rumah tangga menjadi runyam berantakan. Nikah yang katanya untuk mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan serta untuk mewujudkan cita-cita yang indah dan mulia, menjadi sebaliknya. Akhirnya keluarga dan anak-anak yang akan jadi korban kecerobohan karena faktor ketergesaan.

Memang untuk mendapatkan keluarga sakinah seperti yang dicita-citakan setiap muslim dan muslimah, tidak semudah yang dibayangkan. Ternyata pemahaman ilmu dien yang cukup dari masing-masing pihak memegang peran penting untuk mewujudkan cita-cita tersebut, mengingat dalam rumah tangga banyak permasalahan yang akan timbul. Seperti bagaimana memenuhi hak dan kewajiban suami-istri, apa tugas masing-masing dan bagaimana cara mendidik anak. Bagaimana mungkin jika tidak kita persiapkan sebelumnya? Disinilah salah satu hikmah diwajibkannya bagi setiap muslim untuk mencari ilmu.

Pentingnya Ilmu

Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh sekelompok shahabat di antaranya Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu :

“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”
(HR. Ahmad dalam Al’Ilal, berkata Al Hafidz Al Mizzi; hadits hasan. Lihat Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlihi, ta’lif Ibnu Abdil Baar, tahqiq Abi Al Asybal Az Zuhri, yang membahas panjang lebar tentang derajat hadits ini)

Ilmu yang demaksud di atas adalah ilmu dien yaitu pengenalan petunjuk dengan dalilnya yang memberi manfaat bagi siapa pun yang mengenalnya.

Kita harus berilmu agar selamat hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan berilmu kita akan tahu mana yang diperintahkan oleh Allah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mana yang dilarang, atau mana yang disunnahkan oleh Rasul-Nya dan mana yang tidak sesuai dengan sunnah (bid’ah).

Dengan ilmu kita tahu tentang hukum halal dan haram, kita mengetahui makna kehidupan dunia ini dan kehidupan setelah kematian yaitu alam kubur, kita tahu kedahsyatan Mahsyar dan keadaan hari kiamat serta kenikmatan jannah dan kengerian neraka, dan lain sebagainya.

Dengan ilmu dapat mendatangkan rasa takut kepada Allah Ta’ala, karena sungguh Dia Yang Maha Mulia telah berfirman :

“Sesungghnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya adalah orang yang berilmu (ulama).” (QS. Fathir : 28)

Dengan rasa takut kepada Allah ta’ala amalan yang kita lakukan ada kontrolnya, dibenci atau diridhai oleh Allah ta’ala.

Imam Ahmad berkata :
“Asalnya ilmu adalah takut (takwa) kepada Allah Ta’ala” (Lihat Hilyah Thalibul ‘Ilmi, ta’lif Bakr bin Abdillah Abu Zaid, hal. 13)

Orang yang berilmu akan tahu betapa berat siksa Allah sehingga ia takut berbuat maksiat kepada Allah. Ilmu juga membuat orang tahu betapa besar rahmat Allah Ta’ala sehingga dalam beramal ia selalu mengharap ridha-Nya semata.

Perlu diingat bahwa bukanlah yang dimaksud dengan orang berilmu itu adalah orang yang memiliki banyak kitab atau riwayat yang diketahui, tapi yang dinamakan berilmu apabila orang tersebut memahami apa yang disampaikan kepadanya dari ilmu-ilmu tersebut dan mengamalkannya. (Lihat Syarhus Sunnah oleh Al Imam Al Barbahari)

Ilmu merupakan obat bagi hati yang sakit dan merupakan hal yang paling penting bagi setiap manusia setelah mengenal diennya. Sehingga dengan mengenal ilmu dan mengamalkannya akan menjadi sebab bagi setiap hamba untuk masuk jannah-Nya Allah Ta’ala dan bila jahil terhadap ilmu bisa menyebabkan ia masuk neraka.

Ilmu adalah warisan dari para Nabi dan merupakan cahaya hati, setinggi-tinggi derajatnya di antara manusia dan sedekatnya-sedekatNya manusia kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

“… Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat….” (Al Mujaadilah : 11)

Kebutuhan seorang hamba akan ilmu dien ini, melebihij kebutuhan akan makan dan minum sampai digambarkan bahwa kebutuhan ilmu itu sama seperti manusia membutuhkan udara untuk bernapas.

Ilmu Sebagai Landasan Untuk Membentuk Rumah Tangga

Karena nikah merupakan amalan yang sangat mulia di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan merupakan rangkaian dari ibadah, maka menikah dalam Islam bukan hanya untuk bersenang-senang atau mencari kepuasan kebutuhan biologis semata. Akan tetapi seharusnyalah pernikahan dilakukan untuk menimba masyarakat kecil yang shalih yaitu rumah tangga dan masyarakat luas yang shalih pula sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah menurut pemahaman As Shalafus Shalih.

Perlu diketahui bahwa sesungguhnya pasangan suami isteri dalam kehidupan berumah tangga akan menghadapi banyak problem dan untuk mengatasinya perlu ilmu. Dengan ilmu, pasangan suami istri tahu apa tujuan yang akan dicapai dalam sebuah pernikahan yaitu untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala, dan dalam rangka mencari ridha-Nya semata.

Di samping itu juga dengan ilmu sepasang suami-istri sama-sama mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga jalannya bahtera rumah tangga akan harmonis dan baik.

Suami dan istri juga diamanahi Rabb-Nya untuk mendidik anak keturunannya agar menjadi generasi Rabbani yang tunduk pada Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Agar keturunan yang terlahir dari pernikahan tersebut tumbuh di atas dasar pemahaman, dasar-dasar pendidikan imand dan ajaran Islam sejak kecil sampai dewasanya. Sungguh … ini merupakan tugas yang berat dan tentu saja butuh butuh ilmu.

Dari sinilah terlihat betapa pentingnya ilmu sebagai bekal bagi kehidupan rumah tangga muslim.

Tarbiyah Dalam Rumah Tangga

Dalam rumah tangga, suami merupakan tonggak keluarganya, pemimpin yang menegakkan urusan anak dan istrinya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

“Kaum laki-laki itu adalah pemipin bagi kaum wanita …” (An Nisaa : 34)

salah satu tugas suami sebagai qawwam adalah meluruskan keluarganya dari penyimpangan terhadap al-haq dan mengenalkan al-haq itu sendiri. Seharusnyalah seorang suami menyediakan waktunya yang terdiri dari 24 jam untuk mentarbiyah keluarganya yang dimulai dengan istri untuk dipersiapkan sebagai madrasah bagi keturunannya. Tumbuhkan kecintaan terhadap ilmu di hati istri (syukur kalau memang sejak sebelum nikah si istri sudah mencintai ilmu) agar kelak ia dapat mendidik anak-anaknya untuk mencintai ilmu dan beramal dengannya.

Walaupun Islam telah menetapkan bahwa memberikan pengajaran, mendidik dan mengarahkan istri merupakan salah satu kewajiban suami namun sangat disayangkan masih banyak kita jumpai suami yang melalaikan dan menggampangkan hal ini. Atau si suami merasa cukup dengan pengetahuan dien yang minim dari sang istri sehingga menganggap tidak perlu menyediakan waktu untuk mendidik dan memberikan nasehat. Mungkin kasus ini seperti ini tidak hanya kita jumpai di kalangan orang yang awam bahkan di kalangan du’at (para da’i). Kita lihat mereka sibuk mengurusi da’wah di luar rumah, sementara istrinya di rumah tidak sempat didakwahi. Akibatnya si istri tidak ngerti thaharah yang benar, shalat yang sesuai sunnah, mana tauhid mana syirik dan lain-lain (mungkin kalau si istri sebelum menikah sudah mempunyai ilmu, hal tersebut tidak menjadi masalah, tapi bagaimana kalau istrinya masih jahil ?) Sungguh hal ini perlu menjadi perhatian bagi para suami.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ….” (QS. At-Tahrim : 6)

Berkata Imam Ali Radiyallahu ‘anhu juga Mujahid dan Qatadah dalam menafsirkan ayat diatas: “Jaga diri kalian dengan amal-amal kalian dan jaga keluarga kalian dengan nasehat kalian”

Dan sesungguhnya penjagaan itu tidak akan sempurna kecuali dengan iman dan amal yang baik setelah berupaya menjauhi syirik dan perbuatan maksiat. Semuanya ini menuntut adanya ilmu dan persiapan diri untuk mengamalkan apa yang telah diketahui (Lihat Aysaru At-Tafasir li Kalami Al-’Aliyul Kabir juz 5, hal. 387, ta’lif Abu Bakar Jabir Al Jazairi)

Berkata Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya: “Karena itu wajib bagi kaum laki-laki (suami) untuk memperbaiki dirinya dengan ketaatan dan memperbaiki isterinya dengan perbaikan seorang pemimpin atas apa yang dipimpinnya. Dalam hadits yang shahih Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanyai tentang apa yang dipimpinnya. Imam merupakan pemimpin manusia dan ia akan ditanyai tentangnya dan laki-laki (suami) adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanyai tentangnya.”

Al Qusyairi menyebutkan dari Umar Radiyallahu ‘anhu yang berkata tatkala turun ayat dalam surat At Tahrim di atas: “Wahai Rasulullah, kami menjaga diri kami, maka bagaimanakah cara kami untuk menjaga keluarga kami ?” Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian larang mereka dari apa-apa yang Allah larang pada kalian untuk melakukannya dan perintahkan mereka dengan apa yang Allah perintahkan.”

Berkata Muqatil: “Yang demikian itu wajib atasnya untuk dirinya sendiri, anaknya, istrinya, budak laki-laki dan perempuannya.”

Berkata Al-Kiyaa: “Maka wajib atas kita untuk mengajari anak dan istri kita akan ilmu agama, kebaikan serta adab.” (Lihat Tafsir Al Qurthubi juz 8, hal. 6674-6675).

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan yang termulia menyempatkan waktu untuk mengajari istrinya sehingga kita bisa mendengar atau membaca bagaimana kefaqihan ummul mu’minin ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha.

Para shahabat beliau Radiyallahu ‘anhum, tatkala tatkala turun ayat ke 31 surat An Nur :

… Dan hendaklah mereka (wanita yang beriman) menutupkan kain kudung ke dadanya … (An Nur : 31)

Mereka pulang menemui istri-istrinya dan membacakan firman Allah di atas, maka bersegeralah istri-istri mereka melaksanakan apa yang Allah perintahkan (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 3 hal. 284)

Ini merupakan contoh bagaimana suami menyampaikan kembali kepada istrinya dari ilmu yang telah didapatkannya di majlis ilmu, sudah seharusnya menjadi panutan bagi kita.

Sebagai penutup, kami himbau kepada mereka yang ingin menikah atau sudah menikah agar tidak mengabaikan ilmu, dan berupaya memilih pasangan yang cinta akan ilmu agar kelak anak turunan juga dididik dalam suasana kecintaan akan ilmu.

Wallahu a’lam

Sumber : Muslimah/Edisi XVII/Muharram/1418/1997 

http://www.darussalaf.or.id/
 

Kehidupan Setelah Mati



Download Kajiannya Disini 

Makna Kehidupan
Banyak manusia yang tidak memahami arti kehidupan. Mereka hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan hidup duniawi. Slogan-slogan mereka adalah memuaskan hawa nafsunya, "Yang Penting Puas". Prinsip dan misi mereka adalah bagaimana mereka dapat menikmati kehidupan, seakan-akan mereka tumbuh dari biji-bijian, kemudian menguning dan mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan dan hisab.
Milik siapakah mereka? Apakah mereka tercipta begitu saja? Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?

أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْئٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ؟
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan? (ath-Thuur: 35)

Makna Kehidupan
Banyak manusia yang tidak memahami arti kehidupan. Mereka hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan hidup duniawi. Slogan-slogan mereka adalah memuaskan hawa nafsunya, "Yang Penting Puas". Prinsip dan misi mereka adalah bagaimana mereka dapat menikmati kehidupan, seakan-akan mereka tumbuh dari biji-bijian, kemudian menguning dan mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan dan hisab.
Milik siapakah mereka? Apakah mereka tercipta begitu saja? Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?

أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْئٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ؟
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan? (ath-Thuur: 35)

Penulis: Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed

http://www.darussalaf.or.id

Allah menciptakan kita, memberikan kepada kita kehidupan adalah untuk suatu tujuan dan tidak sia-sia:

أَيَحْسَبُ اْلإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan sia-sia? (al-Qiyamah: 36)
Berkata Imam Syafi'i (ketika menafsirkan ayat ini): "Makna sia-sia adalah tanpa ada perintah, tanpa ada larangan." (Tafsirul Qur`anil 'Azhim, Ibnu Katsir, jilid 4, cet. Maktabah Darus Salam, 1413 H hal. 478)
Jadi manusia hidup tidak sia-sia, mereka memiliki aturan, hukum-hukum, syariat, perintah dan larangan, tidak bebas begitu saja apa yang dia suka dia lakukan, apa yang dia tidak suka dia tinggalkan.

Hidup dan Mati Adalah Ujian
Setiap yang hidup pasti akan merasakan kematian. Allah jalla jalaaluh menjadikan kehidupan dan kematian sebagai ujian. Siapa di antara manusia yang terbaik amalannya?

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلَُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk: 2)
Fudhail bin Iyadh berkata: "Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan yang paling sesuai dengan sunnah". (Iqadhul Himam al-muntaqa min Jami'il Ulum wal Hikam, Syaikh Salim 'Ied al-Hilali, hal. 35)
Kita hidup di dunia adalah untuk diuji, siapa yang paling ikhlas amalannya hanya murni untuk Allah semata dan siapa yang paling sesuai dengan sunnah rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apa makna kehidupan dan apa makna kematian?

Saudaraku-saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya Allah menciptakan kita adalah untuk satu tugas yang mulia yaitu beribadah hanya kepada-Nya. Allah turunkan kitab-kitabnya, Allah mengutus rasul-rasul?Nya adalah untuk misi ini.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ
Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (adz-Dzariyat: 56)
Sehingga hidup kita ini tidaklah sia-sia, melainkan kehidupan sementara yang sarat akan makna dan kelak akan ditanya tentang apa yang kita perbuat di dunia ini.

Kehidupan di dunia hanya sementara
Ingatlah, kehidupan ini hanya sebentar. Pada saatnya nanti kita akan memasuki alam kubur (alam barzakh) sampai datangnya hari kebangkitan. Lalu kita akan dikumpulkan di padang mahsyar, setelah itu kita menghadapi hari perhitungan (hisab). Dan kita akan menerima keputusan dari Allah, apakah kita akan bahagia dalam surga ataukah akan sengsara dalam neraka.

Kehidupan setelah mati ini merupakan kehidupan panjang yang tidak terhingga. Kehidupan ini disebutkan dalam al-Qur`an dengan istilah خالدين فيها (kekal di dalamnya) atau dengan أبدا (selama-lamanya) atau dengan istilah لا ينقطع (tidak akan terputus).

Sehari dalam kehidupan akhirat adalah lima puluh ribu tahun kehidupan di dunia. Maka kita bisa lihat betapa pendeknya kehidupan manusia yang tidak ada sepersekian puluh ribu dari hari kehidupan akhirat. Berapa umur manusia yang terpanjang dan berapa yang sudah kita jalani? Itu pun kalau kita anggap umur yang terpanjang, sedangkan ajal kita tidak tahu, mungkin esok atau lusa.

Oleh karena itu seorang yang berakal sehat akan lebih mementingkan kehidupan yang panjang ini. Seorang yang cerdas akan menjadikan kehidupan dunia sebagai kesempatan untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi.

وَابْتَغِ فِيْمَآ ءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Dan carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi... (al-Qashash: 77)

Namun kebanyakan manusia lalai dari peringatan Allah di atas. Mereka lebih mementingkan kenikmatan dunia yang hanya sesaat dan lupa terhadap kehidupan akhirat yang kekal.

بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَاْلأَخرَاةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Tetapi kalian memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (al-A'laa: 16-17)
Allah hanya meminta kepada kita dalam kehidupan yang pendek ini untuk beribadah kepada-Nya semata dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-Nya. Hanya itu. Kemudian Allah akan berikan kepada kita kebaikan yang besar di kehidupan yang panjang yaitu kehidupan akhirat

Kematian adalah pasti
Alangkah bodohnya kalau kita lebih mementingkan kesenangan sesaat dengan melupakan kehidupan abadi di akhirat nanti. Alangkah bodohnya manusia yang membuang kesempatan kehidupannya di dunia hingga kematian menjemputnya. Padahal Allah selalu memperingatkan dalam berbagai ayat-Nya bahwa kematian pasti akan datang dan tak tentu waktunya. Jika ia datang tidak akan bisa dimajukan dan dimundurkan. Allah 'azza wa jalla berfirman:

لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ
Tiap-tiap umat memiliki ajal (batas waktu); maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya. (al-A'raaf: 34)

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
Tiap-tiap yang mempunyai jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185)
Untuk itu Allah dan rasul-Nya memberikan wasiat kepada kita agar jangan sampai mati kecuali dalam keadaan muslim (berserah diri).

يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kalian mati melainkan kalian mati dalam keadaan Islam. (Ali Imran: 102)
Dengan demikian berarti kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita, sehingga ketika datang kematian kita dalam keadaan Islam.
Ibnu Katsir berkata: "Beribadah kepada Allah adalah dengan taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah agama Islam karena makna Islam adalah pasrah dan menyerah diri kepada Allah... yang tentunya mengandung setinggi-tingginya keterikatan, perendahan diri dan ketundukan". (lihat Fathul Majid, Abdur Rahman bin Hasan Alu Syaih hal 14) Yakni kita diperintahkan untuk pasrah dan menyerah kepada Allah. Diri kita dan seluruh anggota badan kita adalah milik Allah, maka serahkanlah kepada-Nya.
"Ya Allah kami hamba-Mu, milik-Mu, Engkau yang menciptakan kami dan memberikan segala kebutuhan kami. Kami menyerahkan diri kami kepada-Mu, kami pasrah dan menyerah untuk diatur, dihukumi, diperintah dan dilarang. Kami taat, tunduk, patuh karena kami adalah milikmu."

Inilah makna Islam sebagaimana terkandung secara makna dalam sayyidul istighfar:

أََللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا سْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Ya Allah Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang patut disembah) kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku di atas janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang aku perbuat. Aku mengakui untuk-Mu dengan kenikmatan-Mu atasku. Dan aku mengakui dosa-dosaku terhadap-Mu, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. (HR. Bukhari, juz 7/150)
Tidaklah seseorang meminta ampun kepada Allah dengan doa ini kecuali akan diampuni.
Dengan ikrar dan pernyataan kita tersebut, kita sadar bahwa semua anggota badan kita adalah milik Allah. Untuk itu harus digunakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Kita harus menggunakan tangan kita sesuai dengan kehendak Allah. Kita harus menggunakan kaki kita untuk berjalan di jalan yang diridhai Allah. Mata, lisan dan telinga kita harus dipakai pada apa yang dibolehkan oleh Allah karena pada hakekatnya semua itu milik Allah.
Siapakah yang lebih jahat dari orang yang menggunakan sesuatu milik Allah untuk menentang Allah? Sungguh semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan akan ditanyakan langsung pada anggota badan tersebut. Mereka (anggota badan tersebut) akan menjawab dengan jujur di hadapan Allah untuk apa mereka digunakan.

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (al-Isra': 36)

Kematian sebagai peringatan
Ayat-ayat dalam alQur`an yang menceritakan tentang kematian terlalu banyak. Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari akan terjadinya kematian ini. Namun mengapa kebanyakan mereka tidak menjadikan kematian sebagai peringatan agar bersiap-siap menuju kehidupan abadi dengan kebahagiaan di dalam surga. Sesungguhnya manusia yang paling bodoh adalah manusia yang tidak dapat menjadikan kematian sebagai peringatan. Dikatakan dalam sebuah nasehat:

مَنْ أَرَادَ وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ لاَ يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ
Barangsiapa yang menginginkan pelindung, maka Allah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan teladan, maka Rasulullah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan pedoman hidup, maka al-Qur`an cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya.
Dan barangsiapa tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya.
Saat ini wahai kaum muslimin, kita masih mempunyai peluang dan kesempatan, maka sekarang juga kita harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk taat kepada rabb kita. Waktu ini bagaikan pedang, jika kita tidak mengisinya maka ia akan menikam kita. Sebagaimana dikatakan oleh para salaf:

اَلْوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِنْ لَمْ تُقَطِّعْهُ قَطَّعْكَ.
Waktu itu bagaikan pedang, jika engkau tidak memutusnya (mengisinya) maka dia yang akan memutusmu (menghilangkan kesempatanmu).
Jika ia tidak cepat dimanfaatkan dia akan membunuh kesempatan kita.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌُ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ.
Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia lalai daripadanya: nikmat kesehatan dan nikmat kesempatan. (HR. Bukhari)
Kesempatan adalah suatu kenikmatan besar yang Allah berikan kepada manusia. Namun sayang, kebanyakan manusia lalai daripadanya dan tidak menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat kepada Allah, hingga kesempatan itu hilang dengan datangnya kematian.

(Dikutip dari buletin Manhaj Salaf, Edisi: 55/Th. II, tgl 21 Shafar 1426 H, penulis Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed)
http://www.darussalaf.or.id/
 

Syaroh riyadhus salihin


Download syaroh riyadhus salihin disini 
 

1. BAB IKHLAS DAN MENGHADIRKAN NIAT DI SELURUH AMALAN DAN PERKATAAN YANG NAMPAK MAUPUN YANG TERSEMBUNYI

Allah Ta’la berfirman :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus*, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah : 5)

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridha an) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. ..( Al Hajj : 37)

Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah Mengetahuinya. Dan Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 29 ).


(SYARAH ………………….As Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin)

Niat tempatnya adalah di hati, maka tidak boleh melafadzkannya dengan lesan pada seluruh amalan. Untuk itu siapa saja melafadzkan niat ketika hendak ingin sholat atau puasa, haji, wudhu’ atau yang lainnya maka berarti dia telah membikin amalan baru yang tidak ada asalnya dari agama Allah.
Karena Nabi selalu berwudhu’ sholat, bershodaqoh, puasa dan amalan yang lainnya dan Beliau tidak melafadzkan niat, hal tersebut dikarenakan tempatnya niat adalah di hati. Sementara Allah Maha mengetahui apa yang ada di hati dan tidak ada sedikitpun yang tersembunyi bagi-Nya. Sebagaimana ayat yang dibawakan oleh imam An Nawawi yaitu
Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Allah Mengetahuinya. Dan Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran : 29 ).
Wajib bagi manusia untuk mengikhlaskan niatnya hanya karena Allah dalam seluruh ibadahnya. Dan jangan meniatkannya kecuali karena wajah Allah dan mengharap negeri akherat.
Demikianlah yang Allah perintahkan dalam firmannya :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus*, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah : 5)
(*) Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Dan sudah semestinya bagi manusia untuk senantiasa menghadirkan niat pada seluruh amalannya. (dengan tetap menempatkannya dalam hati. pent)
Misalnya dia berniat hendak berwudhu maka ia niat berwudhu karena Allah dan ia berwudhu’ karena menjalankan (sesuai) perintah Allah. Maka hal ini meliputi 3 perkara :
1. Niat suatu ibadah (misalnya wudhu. Red )
2. Niatnya karena Allah
3. Niat menjalankannya karena (sesuai) perintah Allah

Inilah keadaan yang sempurna berkaitan dengan niat, begitu juga ketika hendak sholat dan amalan-amalan yang lainnya.
Al Imam An Nawawi menyebutkan beberapa ayat yang kesemuanya menunjukkan bahwa niat tepatnya adalah di hati dan Allah maha mengetahui niat setiap hamba-Nya. Bisa saja dia beramal suatu amalan yang nampak dihadapan manusia sebagai amalan yang sholih padahal amalan tersebut ternyata rusak dikarenakan dirusak oleh niatnya, sebab Allah maha tahu apa yang ada dalam hati.
Seorang manusia tidaklah diberi balasan nanti di hari qiamat kecuali berdasarkan apa yang ada dalam hatinya berdasarkan firman Allah :
Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia*, Maka sekali-kali manusia tidak memiliki satu kekuatanpun dan tidak (pula) seorang penolong. ( QS. At Thariq : 8 –10 )

(*) Yaitu dihari yang akan dikabarkan seluruh isi hati manusia.
Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada” ( QS. Al ‘adiyat : 9 –10 )

Maka di akherat, pahala dan siksa dan adanya penilaian berdasarkan apa yang dihati. Adapun didunia maka penilaian itu berdasarkan yang dhohir (nampak) maka bermuamalah dengan manusia dengan dasar dhohir keadaan mereka. Akan tetapi dhohir yang nampak ini jika sesuai dengan apa yang ada pada bathinnya maka menjadi baiklah yang dhohir dan yang batin tersebut, yang tersembunyi maupun yang terangan-terangan. Namun jika menyelisihi sehingga hatinya menjadi persembunyian atas niat yang rusak maka betapa besar kerugian yang akan ditanggungnya. Dia beramal hingga capek sementara tidak ada hasil dan bagian yang diperolehnya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shohih dari Nabi bersabda (Hadits Qudsi):
قال الله تعالى : أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته و شركه تخريج السيوطي: (م هـ) عن أبي هريرة. تحقيق الألباني : (صحيح) انظر حديث رقم: 4313 في صحيح الجامع.‌

“Sesungguhnya Allah berfirman : aku tidak butuh adanya sekutu-sekutu maka barang siapa yang beramal suatu amalan yang dia menyekutukan aku dengan yang selainku maka aku akan tinggalkan dia dan sekutunya.” ( HR. Muslim dari Hadits Abu Hurairah. )

Maka demi Allah wahai saudaraku tetapilah ikhlas karena Allah.
Ketahuilah syaithon senantiasa mendatangimu ketika engkau ingin beramal kebaikan dengan berkata : sesungguhnya kamu beramal ini tidak lain karena ria !! Kemudian dengan sebab bisikan tersebut, kamu hilangkan keinginanmu untuk beramal.
Yang benar hendaknya kamu tidak usah memperdulikan bisikan itu dan jangan kamu ikuti syaithon tersebut maka tetaplah beramal karena kalau engkau ditanya apakah kamu sekarang beramal ini karena ria atau sum’ah ? jawablah : bukan. Jadi itu tadi adalah was-was yang disusupkan oleh syaithon didalam hati kamu maka jangan kamu pedulikan.


http://www.darussalaf.or.id
 

Aqidah Yang Shahih Dan Yang Bathil


Download Video Kajiannya Disini (Bag 1) dan Disini (Bag 2)
Aqidah Islamiyah ialah iman yang bersifat pasti kepada Allah baik dalam hal uluhiyah, rububiyah, asma’ maupun sifat-Nya, kepada para malaikat, rasul-rasul, hari akhir, taqdir   baik atau buruk dan kepada segenap apa yang diberitakan oleh nushus shahihah  (nash-nash yang sahih) berupa perkara-perkara ushuluddin (pokok-pokok din), serta segala pemberitaan mengenai hal-hal ghaib. Juga iman kepada apa yang menjadi ijma’ (kesepakatan) As-Salafu Ash-Shalih, serta menyerah total kepada Allah baik dalam masalah hukum; perintah, takdir, maupun syari’at-Nya dan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan taat, ittiba’ dan bertahkim kepada beliau.
Pengertian Aqidah

1.  Menurut Bahasa:
  •       Berasal dari Al-‘aqdu artinya ikatan yang kuat. Bisa pula berarti  kepercayaan yang kokoh.
  •       Ikatan janji, terkadang juga disebut aqdun.
  •       Sesuatu yang bisa membuat hatui seseorang menjadi terikat kuat dan pasti padanya,  disebut aqidah.
2.  Menurut Istilah Umum:
Ialah  keyakinan dan ketetapan yang bersifat pasti tanpa ada keraguan sedikitpun bagi  pelakunya. Aqidah dalam pengertian umum ini berlaku untuk keyakinan terhadap  al-haq maupun terhadap al-batil.

3. Pengertian Aqidah Islamiyah:
Ialah: iman yang bersifat pasti kepada Allah baik dalam hal uluhiyah, rububiyah,  asma’ maupun sifat-Nya, kepada para malaikat, rasul-rasul, hari akhir, taqdir  baik atau buruk dan kepada segenap apa yang diberitakan oleh nushus shahihah
 (nash-nash yang sahih) berupa perkara-perkara ushuluddin (pokok-pokok din), serta segala pemberitaan mengenai hal-hal ghaib. Juga iman kepada apa  yang menjadi ijma’ (kesepakatan) As-Salafu Ash-Shalih, serta menyerah total kepada Allah baik dalam masalah hukum; perintah, takdir, maupun syari’at-Nya  dan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan taat, ittiba’ dan bertahkim kepada beliau.
Pokok Bahasan Ilmu Aqidah
Aqidah jika ditilik kedudukannya sebagai ilmu menurut mahfum Ahlu Sunnah mencakup  bahasan: at-tauhid (rububiyah, uluhiyah, asma’ dan sifat), al-iman, al-islam,  perkara ghaibiyat, nubuwat, taqdir, al-akhbar (berita-bertita), landasan-landasan  hukum qath’i dan semua permasalahan ushuluddin serta aqidah.
Istilah Lain Ilmu Aqidah
Ilmu  aqidah mempunyai beberapa istilah yang penyebutannya, antara Ahlu Sunnah dengan  firqah-firqah lainnya berbeda. Beberapa istilah ilmu aqidah menurut ahlu sunnah,  yakni :
  1. Al-‘Aqidah(al-I’tiqad dan al-‘aqaid) misalnya,  istilah aqidah salaf atau aqidah ahlu atsar dan lain-lain.
  2. At-Tauhid, sebab pembahasannya berkisar mengenai tauhidullah baik uluhiyah, rububiyah maupun al-asma’ was-sifat.
  3. As-Sunnah, as-sunnah ialah ath-thariqah: jalan atau cara. Aqidah salaf disebut as-sunnah, dikarenakan ittiba’-nya  mereka (kaum salaf) kepada cara-cara ar-rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam memahami aqidah.
  4. Ushuluddin, mencakup rukun iman, rukun Islam, masalah-masalah qath’iyah (pasti) dan apa-apa yang telah disepakati oleh para imam.
  5. Al-Fiqhul Akbar, merupakan kebalikan dari Al-Fiqhul Ashgar (hukum-hukum ijtihadiyah).
  6. Asy-Syari’ah, artinya apa yang disyari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya, berupa sunnah-sunnah petunjuk. Dan yang paling pokok adalah ushuluddin.
  7. Al-Iman, mencakup semua permasalahan I’tiqadiyah.
Itulah  beberapa istilah paling masyhur bagi Ahli Sunnah tentang ilmu aqidah. Terkadang dalam istilah tersebut ada yang mempunyai kesamaan istilah dengan firqah-firqah lain, seperti Asy’ariyah.
Sedangkan  beberapa istilah ilmu aqidah menurut firqah-firqah lain, yakni:

  1. Ilmu kalam, istilahnya kaum mutakallimin seperti, Al-Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
  2. Filsafat, sebutan bagi para filosof dan pengagumnya.
  3. Tasawuf, terkenal bagi sebagian kalangan kaum filosof, sufi, orientalis dan sebagainya. Istilah ini adalah istilah bid’ah
  4. Ilahiyat (Teologi), dipakai oleh Ahlul Kalam, para filosof, orientalis dan pengikutnya. Intinya adalah filsafat dan logika ketuhanan.
  5. Metafisika (alam dibalik kenyataan), istilah yang hampir identik dengan istilah ilahiyat, digunakan oleh kaum filosof dan sebangsanya.
Semua  istilah ini adalah istilah yang batil, dan tidak dapat diterapkan bagi ilmu  aqidah. Disamping itu orang sering menyebut bahwa landasan atau kaidah berfikir  yang diyakini dan diimani dinamakan aqidah, walaupun (penyebutan tersebut) batil  atau tidak berlandaskan pada dalil ‘aqli maupunnaqli.
Beberapa  manhaj yang ditempuh untuk menetapkan masalah ‘Aqaid
1. Manhaj yang berpegang pada akal dan mendustakan para rasul.
Yakni  orang-orang yang menolak untuk ittiba’ kepada para rasul yang telah datang membawa berita benar. Sebaliknya mereka mencoba mengenal hakekat yang ada dibalik alam semesta ini dengan akal fikirannya semata. Sebab mereka berkeyakinan bahwa  belajar dari para rasul berarti kedangkalan dan tidak kreatif. Jadi mereka akan selalu menolak dalil-dalil yang jelas datangnya dari wahyu.
2. Manhaj  para filosof dan mutakallimin
Suatu manhaj yang masih mengakui ajaran para rasul Allah, namun tidak bisa  melepas ketergantungannya kepada hawa nafsu dalam memahami hal-hal yang berada di luar jangkauan akal fikirannya, seperti persoalan yang menyangkut masalah-masalah ghaib.
Diantara  kelompok nomor dua ini adalah orang-orang yang menolak berhujjah, dalam masalah aqidah, dengan Al-Qur’an dan hadits-hadits mutawattir yang dilalahnya tidak qath’i. Sedangkan terhadap hadits-hadits ahad mereka menolak sama   sekali dan tidak memperbolehkannya dijadikan hujjah, baik dalam masalah   aqidah maupun dalam masalah hukum. Yang termasuk kelompok ini, yaitu Mu’tazilah  dan Khawarij.
3. Manhaj kaum sufi
Banyak  di kalangan kaum sufi yang beranggapan bahwa ada cara khusus (thariqah) untuk mengenal dan mengungkap rahasia tuhan, rahasia alam ghaib >dan rahasia  hukum. Cara khusus tersebut dinamakan Thariqul-Kasyfi (cara mengungkap  rahasia). Mereka memiliki model periwayatan seperti, “Telah bercerita hatiku dari Tuhanku…” Menurut mereka, itulah cara yang paling tepat, sebab cara-cara lain yang bersumber dari ulama adalah periwayatan fulan dari fulan, dan dari  si fulan (lainnya) dari Rasulullah dari Jibril. Adapun cara (thariqah) ereka (kaum sufi) adalah melalui pembicaraan hati yang berasal dari tuhannya. Mereka lupa bahwa din yang dibawa oleh Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berasal dari Allah, adalah cara (thariqah) satu-satunya yang telah diridhai Allah buat kita. Sedang thariqah mereka adalah jalan  yang tidak bisa dijadikan hujjah, tidak bisa dijadikan landasan bagi aqidah maupun hukum dan tidak berdasar sama sekali. Sementara itu, setan telah  banyak memasukkan unsur kebatilan melalui cara ini kepada para pengikutnya.
4. Manhaj as-salafush-shalih
Siapa saja yang memperhatikan setiap pernyataan As-salafush-Shalih pasti mengetahui bahwa mereka telah menetapkan permasalahan aqa’id berdasarkan nash-nash Al-Qur’an dan Al-Hadits. Mereka tidak membedakan antara hadits-hadits mutawatir dengan hadits-hadits ahad (yang shahih/tsabit) sebagai hujjah, baik dalam persoalan aqidah maupun persoalan ahkam (hukum).
Tiada  satu pun dari kalangan sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang  menyeleweng dari ketetapan  itu. Demikian pula imam-imam pembawa petunjuk,  seperti imam yang empat. Bahkan generasi As-Salafush-Shalih beserta seluruh   pengikutnya pada setiap zaman selalu mengecam keras kepada setiap orang yang  ingin meninggalkan hadits-hadits dan nash-nash untuk kemudian berpijak  mendahulukan ra’yu.

5. Manhaj orang yang menolak hadits ahad sebagai hujjah dalam masalah aqidah
Dasar  pijak mereka sebenarnya bersumber dari dasar pijak kaum Khawarij dan  Mu’tazilahyang menolak hadits ahad sebagai hujjah, baik  bagi masalah aqidah maupun ahkam. Golongan kelima ini mengatakan, “ Hadits-hadits  ahad tidak memberi faedah keyakinan (kepastian), sedangakan masalah aqidah mestilah dibangun berdasarkan keyakinan (harus sesuatu yang pasti, red). Dan  Al-Qur’an sendiri mencela orang yang mengikuti zhan (sangkaan) serta mencela orang yang bersandar pada dalil yang tidak memberikan faedah ilmiah. “Mereka  juga membawakan ayat :
“Dan  janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Al-Isra’:36)
Golongan  ini tidak segan-segan melakukan penipuan besar-besaran dengan mengatakan bahwa  manhaj yang mereka tempuh adalah manhaj jumhur ahli-ilmi, seperti dinyatakan oleh Badrani Abu Al-‘Anain dan Syaikh Mahmud Syaltut.
Bahkan sebagian mereka mengklaim bahwa hal itu telah disepakati oleh seluruh ahli-ilmi. Padahal kenyataanya, pernyataan para imam justru sebaliknya. Keyakinan kelompok ini, bahwa hadits ahad tidak bisa memberikan apa-apa melainkan zhan (prasangka) belaka, hal itu telah menjadi aqidah bagi mereka. Padahal untuk  menetapkannya sebagai aqidah mestinya memerlukan dalil yang qath’i. Sebab,  masalah aqidah haruslah dibangun berdasarkan “Al-yakin”. Tetapi, nyatanya qath’i itu tidak kunjung ada kecuali hawa nafsu dan ra’yu mereka.
Kedudukan sunnah Nabawiyah bagi aqidah
Telah  menjadi kesepakatan seluruh umat Islam generasi pertama, bahwa Sunnah Nabawiyah  merupakan sumber rujukan kedua dan terakhir bagi syari’at Islam yang meliputi semua aspek kehidupan, termasuk diantaranya perkara-perkara ghaibiyah,   ‘i’tiqadiyah (aqidah), hukum amaliyah,siyasah (politik)  ataupun tarbiyah (pendidikan).
Oleh karena itu, tidak diperkenankan sedikit pun menyelisihi sunnah tersebut dalam rangka mengikuti ra’yu(pendapat), ijtihad atau qiyas apapun. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullah dalam akhir kitabnya Ar-Risalah, bahwa : “Tidaklah halal qiyas, adapun khabar ada” atau seperti ungkapan yang terkenal di kalangan ulama ushul generasi  terakhir yang mengatakan : “Jika terdapat atsar, maka batalah nadhar  (mencari-cari tafsirnya, pen).
Al-Qur’an  dan sunnah juga secara tegas memerintahkan kembali kepada keduanya dalam  berbagai hal. Dengan demikian, Sunnah Nabawiyah termasuk hadits ahad,  merupakan hujjah bagi masalah ‘aqaid maupun ahkam
Beberapa  dalil wajibnya berpegang kepada hadits ahad dalam aqidah
Lebih  dari dua puluh dalil, seperti disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ash-Shawa’iqul-Mursalah, semuanya menunjukkan bahwa hadits-hadits ahad yang shahih berfaedah  (bisa dugunakan, red) sebagai dasar keyakinan.
Contoh dalil :
  1. Ketika ada seorang sahabat datang kepada kaum muslimin yang sedang shalat Subuh di masjid Quba dengan membawa berita bahwa qiblat telah dipindahkan ke Ka’bah, maka mereka menerima berita itu dan beralih qiblat. Ini menunjukkan bahwa dari sahabat tadi berfungsi sebagai ilmu yang mesti diterima. Peristiwa pemberitaan satu orang seperti di atas banyak dialami oleh para sahabat radhiallahu’anhum.Sebagaimana diutusnya Mu’adz bin Jabal dalam sebuah riwayat yang shahih (Al-Bukhari dan Muslim) untuk berda’wah ke Yaman.
  2.  Firman Allah Ta’ala:“Hai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita  maka periksalah dengan teliti.” (Al-Hujurat :6) Dalam salah satu qira’ah kalimat fatabayyanu dibaca fatatsabbatu (carilah kemantapan), ini bararti bahwa seorang yang adil (bukan fisik), jika ia membawa berita, maka beritanya merupakan hujjah dan tidak wajib mencari kemantapan kebenaran  beritannya sebab bisa diambil langsung.
  3. Firman Allah Ta’ala:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.”  (Al-Israa’ : 36)

Telah dimaklumi bahwa kaum muslimin sejak zaman sahabat senantiasa mengikuti berita-berita ahad, mengamalkannya dan menetapkan dengannya perkara ghaib serta hakekat I’tiqadiyah. Seperti, berita tentang awal mula diciptakannya makhluk dan tanda-tanda hari  kiamat. Bahkan dengan hadits-hadits ahad ini mereka menetapkan sifat-sifat Allah Ta’ala. Seandainya berita ahad ini tidak memberikan faedah ilmiah dan tidak menetapkan bidang aqidah, berarti para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in serta  imam-imam Islam semuanya telah mengikuti sesuatu yang tidak berdasarkan kepada ilmu. Dengan kata lain, firman Allah dalam ayat Al-Isra’: 36 tersebut dan ayat-ayat  lainnya tidak bisa dijadikan dalil untuk menolak hadits ahad sebagai hujjah  ilmiah.
Jadi  tidak dijadikannya hadits ahad sebagai hujjah dalam masalah aqidah adalah termasuk bid’ah.
Secara  umum, dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah, tindakan-tindakan sahabat dan pernyataan  para ulama adalah dalil yang qath’I bagi wajibnya menjadikan hadits ahad sebagai hujjah dalam setiap persoalan syari’ah, baik mengenai persoalan i’tiqodiyah  maupun permasalahan amaliyah. Dan pemisahan antara keduanya merupakan bid’ah yang tidak pernah dikenai oleh salafu shalih.
Oleh karenanya, Al-‘alamah Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan dalam I’lamul Muwaqi’in  (2:24), bahwa pembedaan tersebut batil berdasarkan ijma’ umat Islam. Karena  sesungguhnya hadits ahad tetap harus dijadikan hujjah bagi masalah perberitaan  ilmiah (yakni, aqidah), sebagaimana ia juga merupakan hujjah bagi masalah amaliah,  terutama karena hukum-hukum amaliah mencakup pemberitaan dari Allah bahwa Dia  telah menyari’atkan suatu ketetapan, telah mewajibkannya dan telah meridhainya  sebagai din. Maka syari’at dan agamanya kembali kepada asma’ dan sifat-Nya. Para sahabat, tabi’in, tabi’untuk tabi’in, ahlul-hadits dan ahlus-sunnah, terus berhujjah dengan khabar-khabar ahad ini untuk masalah sifat-sifat, taqdir, asma’  dan ahkam. Tidak pernah terbetik suatu berita pun dari salah seorang diantara   mereka yang membolehkan berthujjah dengan hadits ahad hanya dalam masalah ahkam (hukum), tidak juga dalam masalah berita-berita tentang asma’ dan sifat Allah.
Begitulah  pemahaman manusia tentang aqidah. Ada aqidah Islamiyah yang sahih, yang dianut  oleh golongan ahlu sunnah wal-jama’ah, ada pula aqidah dhalalah (sesat) dengan  berbagai perbedaannya-aqidah ini dianut oleh ahlu firqah-, dan ada pula aqidah  kafiriah yang dianut oleh kaum kuffar dengan berbagai millahnya. (Wallahu a’lam).

http://www.salafyoon.net/
 

Download Kajian Ushul Bid'ah (Komplit)


Hadits-Hadits Rasulullah tentang Bid'ah
Hadits-hadits yang dimaksud sangat banyak, jumlahnya sampai-sampai tidak dapat dihitung. Oleh karena itu, kita hanya menyebutkan hadits-hadits yang lebih mudah yang mencakup pengertian hadits-hadits lainnya serta memilih —dengan izin Allah— yang lebih dekat dengan keshahihannya. Diantaranya adalah:

DOWNLOAD KAJIANNYA DISINI (BAG1) DAN DISINI  (BAG2)



1. Diriwayatkan dari Aisyah RA, dari Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, beliau bersabda,
"Barangsiapa membuat perkara baru dalam agama kami yang bukan darinya, maka hal itu tertolak." Hadits shahih.

2. Diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah bersabda,"Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak terdapat padanya perkara kami, maka hal itu tertolak."
Hadits ini oleh para ulama dikategorikan sebagai sepertiga dari ajaran Islam, karena mencakup segi-segi pengingkaran terhadap perintah Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, baik dalam masalah bid'ah maupun kemaksiatan.

3. Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda (dalam khutbah beliau),
Amma ba’du, sesungguhnya perkataan yang paling baik adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru (dibuat-buat dalam agama) dan setiap bid'ah adalah sesat"

4. Diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang lain, ia berkata: Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM pernah berkhutbah dihadapan khalayak ramai, beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya sesuai keberadaan-Nya, kemudian bersabda,"Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan oleh Allah maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya. Sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah yang baru —dalam agama— dan setiap yang baru adalah bid'ah."

5. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i, bahwa Rasulullah bersabda,
Tidak untuk tujuan komersil Maktabah Raudhatul Muhibbin
"Setiap yang baru adalah bid ah dan setiap yang bid'ah (tempatnya) di dalam neraka."
Disebutkan bahwa Umar pernah berkhutbah dengan khutbah tersebut.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud —dengan riwayat yang mauquf dan marfu'—, bahwa ia berkhutbah, "Sesungguhnya keduanya adalah dua perkara —perkataan dan petunjuk— maka sebaik-baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Ketahuilah, kamu hendaknya menjauhi perkara-perkara yang baru, karena seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru dan setiap yang baru adalah bid'ah."
Dalam lafazh lain disebutkan, "Sesungguhnya kalian akan membuat perkara yang baru, ia akan membuatkan perkara yang baru dan akan dibuatkan perkara yang baru bagi kalian, maka setiap yang baru adalah sesat dan setiap yang sesat di dalam neraka." Ibnu Mas'ud berkhutbah dengan perkataan ini pada setiap hari Kamis.

6. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya keduanya adalah dua perkara —petunjuk dan perkataan— sebaik-baik perkataan —atau sebenar-benarnya perkataan— adalah firman Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid'ah. Janganlah kamu memperpanjang masalah hingga membuat hatimu keras dan jangan pula kamu teperdaya oleh khayalan, karena sesungguhnya apa yang akan tiba (kematian) itu dekat dan yang jauh itu tidak akan tiba."

7. Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas'ud, "Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sedangkan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru. 'Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti datang dan kamu sekali-kali tidak dapat menolaknya'." (Qs. Al An'aam [6]: 134)

8. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah —secara marfu'— dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
" Berhati-hatilah kamu terhadap perkara-perkara yang baru. Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah perkara yang baru, setiap yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat."
Yang paling masyhur adalah hadits —mauquf— riwayat Ibnu Mas'ud.

9. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,"Barangsiapa menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya dan tidak mengurangi sedikit pun dosa-dosa mereka." Hadits shahih.

10. — Diriwayatkan— oleh Muslim10 dari Jabir bin Abdullah, dari Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, beliau bersabda,
"Barangsiapa membuat Sunnah yang baik dan diikuti, maka baginya pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun, dan barangsiapa membuat Sunnah yang buruk dan diikuti, maka baginya dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa sedikit pun mengurangi dosa mereka." Hadits shahih.

11. At-Tlrmidzi meriwayatkan dan menjadikan hadits (no. 11) sebagai hadits shahih.

12. Abu Daud dan selain dari keduanya juga meriwayatkan dari Al Irbadh

10 (Shahih Muslim, pembahasan tentang zakat dan ilmu) Lafazhnya di dalam pembahasan tentang ilmu, "Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik dan diamalkan setelahnya, maka akan ditulis baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk dan dikerjakan setelahnya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka." Lafazhnya di dalam pembahasan tentang zakat, "Barangsiapa membuat Sunnah di dalam Islam dengan Sunnah yang baik maka baginya pahala dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Barangsiapa membuat Sunnah (kebiasaan) di dalam Islam dengan Sunnah yang buruk, maka baginya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya setelahnya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka." Kita tidak tahu tujuan pengarang mengatakan bahwa hadits ini shahih. bin Sariyah, ia berkata: Suatu hari Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM shalat bersama-sama kami. Setelah selesai shalat beliau menghadap kami dan memberi nasihat yang sangat jelas dan mengena, sehingga membuat mata meneteskan air mata dan membuat hati bergetar. Seseorang lalu berkata, "Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan, maka apa yang engkau wasiatkan untuk kami?" Beliau pun berkata,
"Saya mewasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah serta patuh dan tunduk kepada para pemimpin, walaupun ia (pemimpin) adalah hamba sahaya yang berkulit hitam, karena sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian setelahku akan mengalami perselisihan yang banyak. Jadi, hendaklah kalian berpegang pada Sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia dengan erat dan gigitlah dengan gigi gerahammu. Berhati-hatilah kalian terhadap perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat."
Diriwayatkan dari beberapa sudut dan jalan yang berbeda.

13. Diriwayatkan dari Khudzaifah, ia berkata, "Wahai Rasulullah, apakah akan terjadi keburukan setelah kebaikan sekarang ini?" Beliau menjawab," Ya, akan ada suatu kaum yang mengikuti sunnah yang bukan Sunnahku dan mengikuti petunjuk yang bukan petunjukku." la bertanya lagi, "Apakah setelah keburukan tersebut terjadi keburukan yang lebih buruk lagi?" Beliau bersabda, " Ya, seruan menuju neraka Jahanam, dan barangsiapa yang mengikutinya pasti akan menceburkannya ke dalamnya (neraka Jahanam)." Dia bertanya, "Wahai Rasulullah, beritahukanlah sifat-sifat mereka untuk kami?" Beliau bersabda, " Tentu. Mereka berasal dari bangsa kita dan berbicara dengan bahasa kita." Dia bertanya kembali, "Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatkan perkara tersebut?" Beliau menjawab, "Berpegang teguhlah pada jamaah kaum muslim dan imam mereka." Dia berkata, "Jika tidak ada seorang imam atau jamaah?" Beliau menjawab, " Tinggalkanlah kelompok-kelompok tersebut semuanya meskipun kamu harus menggigit akar pohon hingga tiba ajalmu dan kamu tetap pada pendirianmu itu." Hadits shahih.
Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari jalur yang lain.

14. Dalam hadits Ash-Shahihah disebutkan,
"Kota Madinah adalah tanah haram antara 'Ir dan Tsaur11, barangsiapa berbuat kejahatan di dalamnya atau melindungi orang yang berbuat jahat, maka baginya laknat Allah, para malaikat, serta manusia semuanya, serta tidak akan diterima darinya amal-amal yang sunahnya atau yang wajibnya oleh Allah pada Hari Kiamat."
Menurut arti secara umum, hadits ini mencakup setiap kejahatan yang melanggar syariat. Sementara bid'ah adalah kejahatan yang paling buruk. Imam Malik telah menjadikannya sebagai dalil (insyaallah akan dijelaskan nanti). Walaupun hanya menyebutkan Madinah secara khusus, namun kota lainnya juga termasuk dalam pengertian makna hadits tersebut.

15. Dalam kitab Muwaththa 'disebutkan riwayat dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM pergi menuju kuburan (dan setelahnya sampai di sana) beliau mengucapkan,
"Assalamu alaikum rumah kaum mukminin, insyaallah kami akan menyusulmu... Maka beberapa orang laki-laki akan dihalau dari telagaku sebagaimana unta yang tersesat di halau. Aku memanggil mereka, 'Man datanglah! Man datanglah! Man datanglah!' Lalu dikatakan, 'Mereka telah mengganti ajaranmu setelah engkau —meninggal dunia—, 'Lalu aku berkata, 'Menjauhlah! Menjauhlah! Menjauhlah'."
Sekelompok ulama mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi ahli bid'ah. Namun sebagian lainnya mengartikan hadits tersebut diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad.
Dalil untuk arti yang pertama (diperuntukkan bagi ahli bid'ah) adalah hadits yang diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman, dari Yazid Ar-Raqasyi, ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik, "Sesungguhnya di negeri ini terdapat kaum yang bersaksi di hadapan kita dengan kekafiran dan kemusyrikan serta mengingkari telaga dan pemberian syafaat. Apakah kamu telah mendengar sesuatu dari Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM tentang hal tersebut?" Ia menjawab, "Ya. Aku mendengar Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
'—Perbedaan— antara seorang hamba dengan kekafiran —atau kemusyrikan— adalah meninggalkan shalat. Apabila (shalat) ditinggalkan, maka ia telah berbuat syirik. Sedangkan telaga saya seperti antara Aylah dengan Makkah, seperti bintang-bintang di langit—atau beliau bersabda, bagaikan beberapa gugus bintang di langit— yang memiliki dua pancuran air dari surga dan setiap kali airnya meresap, dipancarkan (ditambah dan diperbanyak) kembali. Orang yang minum darinya satu teguk pasti tidak akan merasakan haus untuk selamanya. Akan dijauhkan dari mulut kaum yang nista serta tidak akan diberikan setetespun bagi mereka. Orang yang hari ini mendustainya tidak akan mendapatkan minuman darinya pada saat itu'."
Hadits ini menerangkan bahwa mereka adalah ahli kiblat.
Arti yang kedua (diperuntukkan bagi orang-orang yang murtad), karena murtad adalah salah satu sifat golongan Khawarij, sedangkan pendustaan terhadap telaga Nabi adalah salah satu sifat golongan
Mu'tazilah dan selain mereka. Adapun penyebutan yang ada dalam hadits Al Muwaththa 'dari sabda Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, "Mari datanglah" karena beliau mengenali mereka dari cahaya putih pada wajah dan tangan mereka, dari bekas wudhu, yang menjadi tanda khusus bagi umat beliau yang tidak dimiliki umat nabi-nabi yang lain.

16. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM berdiri di hadapan kami sambil memberikan nasihat, beliau bersabda,
" Sesungguhnya kalian semua akan dikumpulkan kepada Allah dengan telanjang bulat, 'Sebagairnana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah satu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya. '(Qs. Al Anbiyaa' [21]: 104) Orang yang pertama kali diberi pakaian adalah Ibrahim, dan beliau akan memanggil beberapa orang dari umatku dan membawa mereka ke arah kin, kemudian aku berkata sebagaimana seorang hamba yang shalih berkata, 'Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada diantara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (mengangkat) aku Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. '(Qs. Al Maa’idah [5]: 117-118). Lalu dikatakan, 'Mereka terus dalam kemurtadan terhadap ajaran mereka sejak kamu meninggalkan mereka'." Hadits shahih.
Kemungkinan hadits ini ditujukan untuk ahli bid'ah, seperti pada hadits Al Muaththa', namun mungkin juga ditujukan bagi orang-orang yang murtad setelah Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM meninggal dunia.
Dalam periwayatan At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
"Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu golongan dan orang-orang Nasrani sama seperti itu, sementara umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan." Hadits hasan shahih.
Ada juga riwayat lain yang insya Allah akan disebutkan.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa golongan tersebut maksudnya adalah golongan ahli bid'ah.

17. Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,"Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama, sehingga apabila tidak terdapat orang yang alim, maka manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Mereka ditanya serta memberikan fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan" Hadits shahih. Hadits tersebut diriwayatkan juga dari jalur lain dalam hadits Al Bukhari dan yang lain.
18. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Mas'ud, ia berkata, "Barangsiapa ingin berjumpa dengan Allah esok hari dalam keadaan muslim, maka ia hendaknya menjaga shalat sebagaimana yang diserukan kepadanya, karena Allah telah mensyariatkan kepadamu Sunanul Nabi dan sesungguhnya shalat termasuk dari Sunanul Nabi. Apabila kamu shalat di rumahmu sebagaimana shalatnya orang yang menyelisihi di rumahnya, maka kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu, dan apabila kamu telah meninggalkan Sunnah Nabimu maka kamu dalam kesesatan."
Perhatikanlah dengan baik bagaimana seseorang yang meninggalkan Sunnah dijadikan patokan sebagai kesesatan!

19. Dalam suatu riwayat, "Apabila kamu meninggalkan Sunnah Nabimu, maka kamu telah kafir." Ini adalah peringatan yang paling keras.

20. Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM juga bersabda,"Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat penting. Yang pertama adalah kitab Allah, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya —dalam riwayat lain; dalamnya ada petunjuk— orang yang berpegang teguh dan mengambilnya maka ia berada di atas petunjuk, sedangkan orang yang menyimpang maka akan tersesat."

21. Dalam riwayat lain," Barangsiapa mengikutinya maka ia berada di atas petunjuk dan barangsiapa meninggalkannya maka ia berada dalam kesesatan."

22. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Ibnu Wahhab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
"Akan ada para Dajjal si pendusta diantara umatku yang membuat bid'ah dari hadits yang tidak pernah didengar o/ehmu dan orang tuamu. Jadi, berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah kamu teperdaya oleh mereka."

23. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, bahwa Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,"Barangsiapa menghidupkan satu Sunnah dari Sunnah-Sunnahku setelah aku tiada, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun pahala mereka. Sedangkan barangsiapa membuat bid'ah yang sesat, yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dosa manusia." Hadits hasan.

24. Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dan yang lain dari Aisyah, ia berkata, "Barangsiapa mendatangi pembuat bid'ah guna mengukuhkannya, maka ia telah membantu menghancurkan Islam."

25. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,"Apabila kamu ingin tidak tertahan dijembatan Shiratul Mustaqim, walaupun sekejap mata, hingga kamu —dapat— masuk surga, maka janganlah kamu membuat sesuatu yang baru dalam agama Allah dengan pendapatmu."

26. Diriwayatkan dari Al Hasan, bahwa beliau bersabda,
"Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku, sedangkan barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku."

27. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda," Enam golongan yang kulaknat dan Allah juga melaknat mereka serta para nabi yang doanya dikabulkan (adalah): orang yang menambah-nambahkan ajaran Allah, orang yang mendustakan (mengingkari) takdir Allah, orang yang diberi kekuasaan namun menghinakan orang yang diagungkan Allah serta mengagungkan orang yang dihinakan Allah, orang yang meninggalkan Sunnahku, orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah, dan orang yang menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dari keturunanku."

28. Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Tsabit Al Khathib,
"Enam golongan yang laknat mereka dan aku melaknat mereka —diantaranya—, orang yang berpaling dari Sunnahku kepada bid'ah."

29. Diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
" Sesungguhnya setiap ahli ibadah memiliki ketamakan dan setiap ketamakan mempunyai kecenderungan, baik mengikuti Sunnahku maupun mengikuti bid'ah. Barangsiapa kecenderungannya mengikuti Sunnahku maka ia mendapatkan petunjuk, sedangkan barangsiapa kecenderungannya kepada selainnya maka ia celaka."
30. Diriwayatkan dari Mujahid —dalam kitab Mu'jam A/Baghawi—ia berkata, "Aku dan Abu Yahya bin Ja'dah pernah berkunjung ke rumah sedang sahabat Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM dari kaum Anshar, ia berkata, 'Para sahabat membicarakan seorang maula perempuan bani Abdul Muththalib di sisi Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, mereka berkata, "Wanita itu shalat malam dan berpuasa pada siang harinya secara terus-menerus".' Rasulullah lalu bersabda,
‘Akan tetapi aku tidur lalu shalat, dan aku berpuasa juga berbuka. Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk golonganku dan, barangsiapa membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku. Sesungguhnya setiap pelaku kebaikan mempunyai ketamakan. kemudian kecenderungan. Barangsiapa kecenderungannya kepada bid'ah maka ia sesat, sedangkan barangsiapa kecenderungannya kepada Sunnah maka ia mendapat petunjuk'."

31. Diriwayatkan dari Wa'il, dari Abdullah, dari Nabi SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM, beliau bersabda,
"Sesungguhnya manusia yang mendapat siksa paling pedih pada Hari Kiamat adalah seseorang yang membunuh nabi atau yang dibunuh oleh nabi dan pemimpin kesesatan yang menjadi contoh dari kaum muslim.”

32. Dalam cuplikan hadits riwayat Khaitsamah, dari Sulaiman, dari Abdullah, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
"Akan ada orang-orang setelahku yang mengakhirkan shalat dari waktunya dan mereka membuat bid'ah." Abdullah bin Mas'ud berkata, "Bagaimana aku harus bersikap apabila aku mendapatkan mereka?" Beliau menjawab, "Kamu bertanya kepadaku wahai anak Ummu Abdullah seharusnya kamu bersikap? Tidak ada ketaatan kepada orang yang bermaksiat kepada Allah."

33. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata, "Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
'Barangsiapa makan dari yang baik, berbuat sesuai Sunnah, dan manusia merasa aman dari kejahatannya, maka ia akan masuk surga.' Seorang laki-laki bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang yang demikian itu pada hari ini sangat banyak.' Beliau berkata, 'Hal itu akan terjadi pada zaman setelahku'." Hadits gharib.

34. Diriwayatkan —dalam kitab Ath-Thahawh- dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,"Bagaimana keadaanmu dan dengan putaran zaman —atau beliau berkata: Hampir-hampir tiba suatu zaman— yang akan membuat manusia binasa dengan kebinasaan yang tak terhingga, dan yang tersisa adalah kelompok manusia yang hina, yang melanggar perjanjian dan amanat yang ada pada diri mereka. Mereka berselisih sehingga menjadi seperti ini." —beliau mengaitkan jari-jemari tangannya— Para sahabat lalu bertanya, "Apa yang harus kami lakukan wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Hendaklah kalian mengambil perkara yang kalian ketahui dan hendaklah kalian meninggalkan perkara yang kalian ingkari. Hendaklah kalian mengerjakan perkara orang-orang khusus kalian dan hendaklah kalian meninggalkan perkara orang-orang umum dari kalian."

35. Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab —secara mursal— bahwa Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda,
"Berhati-hatilah kalian terhadap Asy-Syi'ab." Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud dengan Asy-Syi'ab, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Pengikut hawa nafsu (aliran sesat)."

36. Diriwayatkan oleh Ibn Wahab, bahwa Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya Allah akan memasukkan seorang hamba ke dalam surga dengan Sunnah yang dipertahankannya."

37. Dalam kitab As-Sunnah karangan Al Ajiri dari jalur periwayatan Al Walid bin Muslim, dari Mu'adz bin Jabal, ia berkata, "Rasulullah SALLAHU ‘ALAIHI WASSALAM bersabda.
‘Jika perkara bid'ah dan penghinaan kepada sahabat-sahabatku terjadi pada umatku, maka hendaklah orang alim menunjukkan ilmunya. Barangsiapa tidak melakukannya maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia'."

38. Abdullah bin Al Hasan berkata, "Aku pernah bertanya kepada Al walid bin Muslim, 'Apa yang dimaksud menampakkan ilmu?' Ia menjawab, 'Menampakkan Sunnah'." Hadits-haduts tentang hal ini sangat banyak.
Para pembaca harus tahu bahwa sebagian hadits yang telah disebutkan tidak sampai pada status shahih, pencantumannya hanyalah sebagai pengamalan atas ketetapan yang telah dibuatkan oleh para ulama hadits dalam hadits-hadits Targhib wa Tarhib. Pada dasamya, celaan terhadap bid'ah serta para pelakunya telah ditetapkan dengan dalil-dalil yang pasti dari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih. Adapun tambahan dari selain hal tersebut tidak menjadi halangan untuk dijadikan dalil, insyaallah

http://www.radiorodja.com/
http://kajian.net/
 

Islam adalah Agama yang Mudah


Islam adalah agama yang mudah dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam adalah agama yang tidak sulit. Allah Azza wa Jalla menghendaki kemudahan kepada umat manusia dan tidak menghendaki kesusahan kepada mereka. Allah Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat.


Download Kajiannya Disini :


“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” [Al-Anbiyaa’:107]

Allah menurunkan Al-Qur’an untuk membimbing manusia kepada kemudahan, keselamatan, kebahagiaan dan tidak membuat manusia celaka, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah; melainkan sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), diturunkan dari (Allah) yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” [Thaahaa:2-4]

Sebagai contoh tentang kemudahan Islam:

Menuntut ilmu syar’i, belajar Al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf adalah mudah. Kita dapat belajar setiap hari atau sepekan dua kali, di sela-sela waktu kita yang sangat luang.

Mentauhidkan Allah dan beribadah hanya kepada-Nya adalah mudah.

Melaksanakan Sunnah-Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mudah, seperti memanjangkan jenggot, memakai pakaian di atas mata kaki, dan lainnya.

Shalat hanya diwajibkan 5 waktu dalam 24 jam. Orang yang khusyu’ dalam shalat, paling lama 10 menit, dalam hitungan hari ia melaksanakan shalatnya dalam sehari hanya 50 menit dalam waktu 24 x 60 menit.

Orang sakit wajib shalat, boleh sambil duduk atau berbaring jika tidak mampu berdiri.

Jika tidak ada air (untuk bersuci), maka dibolehkan tayammum.

Jika terkena najis, hanya dicuci bagian yang terkena najis, (agama lain harus menggunting pakaian tersebut dan dibuang).

Musafir disunnahkan mengqashar (meringkas) shalat dan boleh menjama’ (menggabung) dua shalat apabila dibutuhkan, seperti shalat Zhuhur dengan ‘Ashar, dan Maghrib dengan ‘Isya’.

Seluruh permukaan bumi ini dijadikan untuk tempat shalat dan boleh dipakai untuk bersuci (tayammum).

Puasa hanya wajib selama satu bulan, yaitu pada bulan Ramadlan setahun sekali.

Orang sakit dan musafir boleh tidak berpuasa asal ia mengganti puasa pada hari yang lain, demikian juga orang yang nifas dan haidh.

Orang yang sudah tua renta, perempuan hamil dan menyusui apabila tidak mampu boleh tidak berpuasa, dengan menggantinya dalam bentuk fidyah. [~Lihat Irwaa-ul Ghalil fii Takhriiji Ahaadits Manaaris Sabiil (IV/17-25) juga Shifat Shaumin Nabiy (hal. 80-85) oleh Syaikh Salim al-Hilaly dan Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, cet. Maktabah al-Islamiyyah, 1412 H~]

Zakat hanya wajib dikeluarkan sekali setahun, bila sudah sampai nishab dan haul.

Haji hanya wajib sekali seumur hidup. Barangsiapa yang ingin menambah, maka itu hanyalah sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya oleh al-Aqra’ bin Habis tentang berapa kali haji harus ditunaikan, apakah harus setiap tahun ataukah hanya cukup sekali seumur hidup? Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

“Haji itu (wajibnya) satu kali, barangsiapa yang ingin menambah, maka itu sunnah” [~HR. Abu Dawud (no. 1721), al-Hakim (II/293), an-Nasa-i (V/111), dan Ibnu Majah (no. 2886), lafazh ini milik Abu Dawud~]

oMemakai jilbab mudah dan tidak berat bagi muslimah sesuai dengan syari’at Islam. Untuk masalah jilbab silahkan lihat kitab Jilbab Mar’ah Muslimah oleh Syaikh Imam Muhammad Nashirudin al-Albani rahimahullahu

Qishash (balas bunuh) hanya untuk orang yang membunuh orang lain dengan sengaja. [~Lihat QS. Al-Baqarah 178-179~]

Allah Azza wa Jalla menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan atas hamba-Nya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” [Al-Baqarah:185]

“… Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” [Al-Maa-idah:6]

“… Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama …” [Al-Hajj:78]

Agama Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia, baik dalam hal ‘aqidah, syari’at, ibadah, muamalah dan lainnya. Allah Allah Azza wa Jalla menyuruh manusia untuk menghadap dan masuk ke agama fitrah. Allah Allah Azza wa Jalla berfirman.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [Ar-Ruum:30]

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah seorang bayi dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” [~HR. Al-Bukhari (no. 1358) dan Muslim (no. 2658), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu~]

Tidak mungkin, Allah Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan manusia, kemudian Allah Allah Azza wa Jalla memberikan beban kepada hamba-hamba-Nya apa yang mereka tidak sanggup lakukan, Mahasuci Allah dari sifat yang demikian.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” [Al- Baqarah:286]

Tidak ada hal apa pun yang sulit dalam Islam. Allah Azza wa Jalla tidak akan membebankan sesuatu yang manusia tidak mampu melaksanakannya.

Sabda Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam:

“Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit (berlebih- lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan (tidak dapat melaksanakannya dengan sempurna). Oleh karena itu, berlaku luruslah, sederhana (tidak melampaui batas), dan bergembiralah (karena memperoleh pahala) serta memohon pertolongan (kepada Allah) dengan ibadah pada waktu pagi, petang dan sebagian malam.” [~HR. Al-Bukhari (no. 39), Kitabul Iman bab Addiinu Yusrun, dan an-Nasa’i (VIII/122), dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu~]

Orang yang menganggap Islam itu berat, keras, dan sulit, hal tersebut hanya muncul karena:

Kebodohan tentang Islam, umat Islam tidak belajar Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman Shahabat, tidak mau menuntut ilmu syar’i.

Mengikuti hawa nafsu. Orang yang mengikuti hawa nafsu, hanya akan menganggap mudah apa-apa yang sesuai dengan hawa nafsunya.

oBanyak berbuat dosa dan maksiyat, sebab dosa dan maksiyat menghalangi seseorang untuk berbuat kebajikan dan selalu merasa berat untuk melakukannya.

oMengikuti agama nenek moyang dan mengikuti banyaknya pendapat orang. Jika ia mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, niscaya ia akan mendapat hidayah dan Allah Allah Azza wa Jalla akan memudahkan ia dalam menjalankan agamanya.

Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghilangkan beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia, sebagaimana yang tersurat dalam Al-Qur’an:

“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis), yang (namanya) mereka dapati tertulis dalam kitab Taurat dan Injil yang ada di pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membebaskan dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur-an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Al-A’raaf:157]

Dalam syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada lagi beban-beban berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Di antara beban berat itu ialah:

Saling membunuh penyembah sapi. [~Lihat surat al-Baqarah ayat 54~]

Mewajibkan qishas pada pembunuhan baik yang disengaja ataupun tidak, tanpa memperbolehkan membayar diyat.

Memotong anggota badan yang melakukan kesalahan.

Melarang makan dan tidur bersama istrinya yang sedang haidh.

Membuang atau menggunting kain yang terkena najis.

Kemudian Islam datang menjelaskan dengan mudah, seperti pakaian yang terkena najis wajib dicuci namun tidak digunting. [~Lihat Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh Dr. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah~]

Syari’at Islam adalah mudah. Kemudahan syari’at Islam berlaku dalam semua hal, baik dalam ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), baik tentang ‘aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah, jual beli, pinjam meminjam, pernikahan, hukuman dan lainnya.

Semua perintah dalam Islam mengandung banyak manfaat. Sebaliknya, semua larangan dalam Islam mengandung banyak kemudharatan di dalamnya. Maka, kewajiban atas kita untuk sungguh-sungguh memegang teguh syari’at Islam dan mengamalkannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Permudahlah dan jangan mempersulit, berikanlah kabar gembira dan jangan membuat orang lari” [~HR. Al-Bukhari (no. 69, 6125), Muslim (no. 1734) dan Ahmad (III/131) dari Shahabat Anas Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik al-Bukhari~]

[Disalin dari Buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 2. Sumber Artikel: http://www.almanhaj.or.id, pada Kategori Prinsip Dasar Islam; Pembahasan ini diambil dari Kamaluddin al-Islami oleh Syaikh ‘Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim (hal. 42) dan Shuwarun min Samaahatil Islaam oleh DR. ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman bin ‘Ali ar-Rabii’ah, cet. Darul Mathbu’aat al-Haditsah, Jeddah th. 1406 H, dan kitab-kitab lainnya]

http://assunnah-qatar.com/
 

Kuliah - Kerja - Nikah ??


“Setelah lulus SMA mau ngapain ya…? Mau kuliah, cari kerja, atau mau nikah..? ”
Mungkin pernyataan itulah yang muncul di benak kebanyakan para pelajar yang telah lulus dari bangku SMA. Banyak dari mereka yang bingung akan kemana mereka setelah lulus SMA.
Download Kajiannya Disini :
http://www.4shared.com/file/198971795/664a52e1/Kuliah_Kerja_dan_Nikah.html

Apa nasehatmu untuk ikhwah salafy, namun dia ingin menikah dengan akhwat bukan salafiyah dari kalangan muslim awam?
Jawab:

Jika dia mendapatkan akhwat salafiyah, hendaknya dia melamar akhwat
tersebut. Semoga itu lebih baik dan lebih bermanfaat baginya. Ini
karena aqidah dan manhaj yang benar serta berpegang teguhnya akhwat
tersebut terhadap dien ini.

Namun apabila dia tidak menemukan kecuali wanita dari kalangan
muslim awam, dari kalangan ahli tauhid yang menegakkan rukun iman,
islam dan ihsan, maka hendaknya dia juga melamar dan menikahi wanita
tersebut.

Ikhwan tersebut hendaknya mencoba meningkatkan ilmu (agama) si
akhwat jika dia mampu, dan dia juga memberikan majelis taklim untuk si
akhwat untuk mempelajari batasan-batasan syariat sehingga dia bisa
menjadi seorang istri, penuntut ilmu, yang memiliki pemahaman agama,
menjadi sosok yang memelihara rumah tangga dan amanah sehingga
kebaikanlah yang diperoleh dari dirinya, dan kejelekan akan hilang.

(Diterjemahkan untuk blog http://ulamasunnah.wordpress.com dari http://z-salafi.com/v2/zsalafi.php?s_menu=16)
 

Download Kajian Umdatul Ahkam


Download Kajian Disini :
Di dalam kajian ini Al Ustadz Firanda Andirja, Lc Hafidzahullah membahas Hadits keempat dari Anas bin Malik dan kelima dari Abu Qatadah rhadiyallahu’anhuma. Dijelaskan bahwa terdapat faedah-faedah penting diantaranya bolehnya membersihkan bekas buang hajat dengan air atau semisalnya, larangan memang kemaluan dalam segala hal bukan hanya buang hajat saja, kemudian Islam mengajarkan kebersihan dengan tidak meminum air sambil bernafas serta tanya jawab ringkas. Silahkan download pada tautan di bawah ini semoga bermanfaat.

http://kajian.net/
 

Download Kajian Perlindungan Terhadap Wanita


Download Kajian Disini :

Segala puji bagi Allah dan segala syukur kepada Allah atas taufik-Nya yang menyeluruh. Dan aku bersaksi bahwa tiada sembahan yang haq kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya semoga Allah senantiasa memberi sholawat dan salam kepadanya dan keluarganya serta para Sahabatnya, para penunjuk jalan bagi manusia dan pelita-pelita dalam kegelapan.
Para tuan sekalian,
Bertakwalah kepada Allah, dalam sikap cemburu terhadap kehormatan dan kemuliaan kalian. Karena ia adalah sesuatu yang paling mahal, dan milik yang paling berharga. Dengannyalah dibedakan antara orang-orang mulia dan orang-orang rendahan, orang-orang terhormat dan orang-orang hina. Maka janganlah kalian lalai dalam rasa cemburu kalian terhadap para wanita kalian. Jangan kalian serahkan tali kendali urusan kalian kepada para penyeru kesesatan dan penyimpangan. Sebab mereka akan hanyut bersama para wanita kalian ke dalam jurang. Kalau rasa malu seorang pemudi telah hilang, maka apa yang tersisa padanya?
[Akan kujaga kehormatanku dengan hartaku, takkan kukotori
Tidak ada gunanya harta kalau kehormatan tlah ternodai
Harta yang hancur bisa kudapat lagi
Kehormatan yang rusak tak mungkin kembali]
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah pun cemburu. Dan kecemburuan Allah itu adalah ketika seseorang melakukan apa yang Allah haramkan. Sebagaimana yang terdapat dalam hadis shahih. Maka cemburu itu adalah termasuk sifat terpuji. Siapa yang memiliki kecemburuan, akan semakin tinggi kedudukannya. Dan siapa yang kehilangan rasa cemburu, ia akan menjadi seperti barang tak berharga. Sa’ad bin ‘Ubaadah berkata: “Kalau aku lihat ada seorang laki-laki bersama istriku, maka akan aku pukul laki-laki itu dengan pedangku tanpa ampun”. Perkataan ini pun sampai kepada Rasulullah shollallahu’alayhiwasallam. Maka beliau berkata: “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’d? Sesungguhnya aku lebih cemburu dari Sa’d. Dan Allah lebih cemburu dariku”.
Ali rodhiyallaahu’anhu pernah mengirimkan surat kepada salah satu kota, untuk berbicara kepada para penduduknya. Ia menulis: “Telah sampai kepadaku kabar bahwa perempuan-perempuan kalian berdesak-desakan di pasar dengan orang-orang kafir non-arab!! Tidakkah kalian cemburu?! Sungguh tidak ada kebaikan pada orang yang tidak punya rasa cemburu”. Bagaimana kalau beliau melihat keadaan kita dan sudah sampai sejauh mana kita sekarang ini.
Dan salah satu kisah sejarah waktu dulu yang pernah diceritakan kepada kami, dan masih tetap terus teringat. Ada seorang wanita yang datang kepada salah seorang hakim. Wanita ini mengajukan klaim pada suaminya bahwa suaminya itu memiliki hutang maskawin sebesar 500 dinar. Sang suami pun mengingkari bahwa dia memiliki hutang. Maka hakim berkata: datangkanlah saksi-saksimu untuk menunjuk wanita itu dalam kesaksian mereka. Maka sang suami menghadirkan para saksi. Hakim berkata kepada salah seorang dari mereka: “Lihatlah kepada wanita itu, untuk kau tunjuk dalam kesaksianmu”. Sang suami pun bangkit berdiri dan berkata: “Apa yang kalian inginkan dengannya (istriku -pent)? Dijawab: “Si saksi haruslah melihat wajah istrimu agar pengenalannya atas istrimu itu sah”. Laki-laki itupun dikuasai ketinggian harga dirinya, dan kecemburuan terhadap istrinya pun bangkit. Dia berteriak di depan orang banyak. “Sungguh aku bersaksi kepada hakim bahwa aku berhutang mas kawin itu kepada istriku. Tapi istriku jangan sampai menampakkan wajahnya”. Sang istri pun berkata: “Dan aku bersaksi bahwa aku merelakan maskawinku, karena kecemburuannya terhadapku dengan tidak diperlihatkannya wajahku!”.
Semoga Allah merahmati mereka.
Betapa jauhnya mereka dari orang-orang di zaman sekarang ini. Orang-orang yang telah lepas dari rasa malu dan kehilangan rasa cemburu. Sehingga perempuan-perempuan mereka pun keluar dengan memperlihatkan wajah, kepala, tangan dan betis. Dan mereka mengaku-ngaku sebagai orang-orang pencemburu!
Para tuan sekalian, awaslah terhadap apa yang hendak diperbuat terhadap kalian. Janganlah teriakan-teriakan keji dari para westernis yang sekuler dan munafik itu sampai memfitnah kalian. Teriakan-teriakan yang tersebar dan beredar di media-media informasi. Apakah kalian tahu apa yang mereka inginkan terhadap kalian? Mereka ingin menjarah kehormatan dan keiffahan yang kalian nikmati dan telah hilang dari mereka.
Salah seorang wanita tak bermoral menyerukan pendirian tempat-tempat disko bagi para pemuda dan pemudi untuk bersenang-senang. Sesungguhnya mereka dengki terhadap kalian dengan hijab dan rasa malu yang tidak lagi mereka miliki. Sehingga mereka ingin agar kalian sama dengan mereka. Utsman berkata: “Seorang wanita pezina itu ingin sekali kalau semua wanita adalah pezina”. Mereka ingin menghancurkan kalian dengan komentar-komentar mereka yang menghina hijab, dan menghina orang-orang yang berpegang teguh dengan agama ini sebagai orang-orang terbelakang, agar kalian merasa rendah diri di hadapan seruan-seruan mereka. Kemudian kalian serahkan kendali kepemimpinan kepada mereka. Lalu kalian pun jatuh bersama mereka ke dalam jurang. Mereka ingin merampas putri-putri kalian dan bersenang-senang dengan mereka. Karena mereka iri terhadap penjagaan dan sikap terhormat kalian.
Aku sampaikankan seruanku ini kepada setiap laki-laki, agar ia bertakwa kepada Allah, dan bersikap cemburu terhadap para mahromnya. Dan dengarkanlah apa yang dikatakan oleh seorang wanita yang menyesal setelah kehilangan keiffahan dan kehormatannya. Ia berkata: “Tidak ada seorang wanitapun yang lalai menjaga kehormatannya, kecuali hal itu adalah akibat dosa seorang laki-laki yang lalai menunaikan kewajibannya”.
Sesungguhnya orang-orang munafik dan sekuler menaruh dengki terhadap kehormatan kalian. Mereka bertanya-tanya dengan penuh penyesalan: mengapa cuma mereka? yaitu, yang bisa sedemikian rupa menjaga kehormatan? Bukankah termasuk kebodohan dan kerendahan, seorang perempuan yang keluarganya adalah teladan kemuliaan dan simbol keberanian, tapi ia sendiri tidur sebagai seorang pelacur di hadapan para anjing itu?
Bersungguh-sungguhlah dalam menjaga kehormatan kalian. Jangan biarkan perempuan-perempuan kalian terkena fitnah, lalu kalian meminta sesuatu yang mustahil kepada mereka. Jangan engkau tempatkan dia di hadapan para lelaki, kemudian engkau berkata: tahanlah dirimu!
Tunjukkan kepadaku seorang laki-laki dari kalian yang bisa menahan nafsunya di depan seorang wanita yang ia suka. Maka aku akan percaya bahwa ada seorang wanita yang bisa menahan nafsunya di depan seorang laki-laki yang selalu berbaur dengannya dan ia cenderung terhadap laki-laki tersebut.
Kalau kalian tidak mampu melakukannya, maka ketahuilah bahwa para wanita lebih tidak mampu lagi.
Saudariku,
Di zaman sekarang yang segala sesuatunya telah berubah, dan tidak ada lagi moral yang tersisa di sekian banyak tempat kecuali hanya bekasnya saja, dan di mana kita telah kehilangan banyak pemuda yang memiliki kecemburuan karena telah membatunya perasaan mereka, juga di mana kita telah kehilangan banyak pria-pria kesatria karena telah bengkoknya pemahaman mereka, dan di saat tidakadanya pengawas yang sungguh-sungguh menjaga agar jangan sampai mahrom-mahrom mereka dinodai, atau jangan sampai pagar-pagar mereka dipanjat orang, kami sampaikan panggilan ini kepadamu sebagai himbauan bagimu berkenaan dengan agama, penutup aurat dan rasa malumu.
Saudariku,
Di saat para pelaku keburukan telah mulai menjulurkan lidah mereka laksana ular, menyimpan hati serigala di antara tulang-tulang rusuk mereka dan mengenakan pakaian rubah.
Di masa yang penuh dengan fitnah dan bencana, disertai hilangnya para pria yang memiliki kecemburuan, jagalah dirimu baik-baik, berpegang teguhlah dengan hijabmu karena hijabmu adalah keiffahan dan hartamu yang amat mahal, maka jangan menyepelekannya.
Pacul-pacul penghancur begitu banyak! Mengepungmu dari segala penjuru. Maka hati-hati dan awaslah! Jangan sampai para penyeru kebejatan itu membunuh kita melaluimu dan jangan sampai mereka menikam kita dari jalanmu.
Wahai saudari kami, wahai kemuliaan kami, wahai simpanan kehormatan kami, berpegangteguhlah dengan keiffahanmu dan hijab syar’iymu di masa keterasingan ini. Jangan sampai banyaknya wanita yang meniru-niru para perempuan rendahan yang engkau lihat, membuatmu lemah. Karena engkau lebih mahal dan lebih tinggi. Engkau tidak ruwet, engkau tidak terbelakang, engkau tidak murahan.
Berapa banyak pria yang menjaga iffahnya sangat menginginkanmu menjadi istrinya, yang percaya kepadamu ketika ia keluar, yang bisa menitipkanmu sesuatu paling berharga miliknya. Dan berapa banyak para pria berandal yang tidak melihat perempuan rendahan itu kecuali hanya sebagai mainan sementara.
Wahai kekayaan kami yang begitu mahal, wahai simpanan keiffahan, wahai pribadi langka di masa orang banyak kehilangan sesuatu yang berharga! Wahai simbol keiffahan! Jangan resah dengan keterasinganmu! Karena keterasinganmu itu sesuatu yang terpuji dan akan hilang setiapkali engkau bertambah akrab dengan Allah.
Jangan engkau anggap perempuan rendahan itu bahagia!! Darimana kebahagiaan itu akan datang kepadanya, sedang ia sendiri tahu bahwa hasrat paling jauh para lelaki terhadapnya hanyalah agar ia sekedar menjadi seorang pacar.
Waspadalah terhadap para penyeru keburukan yang telah kehilangan milik paling bernilai seorang wanita. Mereka ingin menceburkanmu ke kubangan telah menenggelamkan mereka. Waspadailah setiap penyeru kebejatan dan klaim-klaim sesat mereka dengan nama apapun! Mereka ingin memanfaatkanmu!! Apakah kamu mau dengan hal-hal rendahan itu?
Awas, jangan sampai engkau ikut dalam rombongan mereka, dan jangan sampai engkau terjerat dalam tipu daya mereka. Waspadalah, wahai pribadi yang segenap ayah, putra dan saudara menegakkan kepala penuh bangga terhadapmu. Jangan buat kepala-kepala itu tertunduk malu dengan tidurnya engkau di pelukan pria bejat yang setelah itu ia membuat hina keluarga terhormatmu. Lihatlah kepada laki-laki yang berbangga telah dapat mempermainkanmu, wahai putri kemuliaan dan kehormatan! Sedang laki-laki itu, siapa dia? Duhai betapa rendah dan sedihnya. Tidak pantaskah kita meneteskan air mata atas kehormatan yang telah direndahkan dan kemuliaan yang digelincirkan?
Sesungguhnya ada sekelompok orang yang ingin mempermainkanmu. Dulu mereka tidak berhasil dengan para pendahulumu, walaupun hanya dengan pemikiran. Tapi bagaimana sekarang mereka bisa mempermainkanmu di atas meja-hidangan kejatuhan.
Jangan tertipu dengan suara-suara mereka yang meneriakkan pembebasan, pemberian hak-hak wanita, mereka tidak lain hanya ingin engkau bertabarruj, dan supaya engkau datang kepada mereka dengan sukarela, dan lisan keadaanmu seolah berkata: “Ini aku. Untukmu. Dan perbuatlah apa saja sekehendakmu tanpa batas”.
“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (Q.S.4:27)
Jangan sampai mereka masuk kepadamu dari pintu keburukan. Karena tipudaya mereka amat banyak, dan taktik mereka sangat licik. Mereka telah terlatih dengan kebatilan sampai mereka menguasai selu-beluknya.
Kalau mereka berkata kepadamu: lepaslah hijab syar’iymu, tentu engkau tidak akan mau dan berteriak: hijabku, hijabku! Maka dari itu mereka masuk dengan perlahan-lahan seperti masuknya setan, maka tidakkah engkau bangkit sadar wahai saudariku?
Ketahuilah bahwa hijab itu adalah hiasan seorang wanita. Maka kalau engkau mengenakan hijab, kenakanlah ia karena Allah. Sebab ini adalah modal utama. Boleh jadi engkau akan diuji dengan seorang laki-laki hina yang dayuts!! Maka jangan engkau tanggalkan pakaian kehormatan dan harga diri untuk seorang dayuts yang sebenarnya bukan seorang pria.
Dan kalau engkau mengenakan hijab syar’iy karena Allah, dan untuk menjaga dirimu, maka kenakanlah ia sebagaimana yang Allah kehendaki. Jangan engkau membuat firnah dengan menyingkap hijabmu karena ia adalah modal utamamu. Ketahuilah, ketika engkau mengenakan hijab syar’iy, maka engkau mengenakannya karena taat kepada Tuhanmu. Oleh karena itu sudah sepantasnya, sedang keadaanmu sedemikian, engkau merasa bangga dan nyaman dengannya.
Tidakkah aneh, seorang wanita yang mutabarrijah bangga dengan tabarrujnya, sedangkan engkau tidak bangga dengan hijabmu? Pujilah Allah atas nikmat hijab syar’iymu dan atas kemampuanmu untuk mengenakannya. Berapa banyak wanita yang berharap mendapatkan nikmat ini tapi belum mendapatkan tawfiq untuk itu. Atau ia terhalangi oleh sebab-sebab yang di luar keinginannya.
Hiasilah jiwamu dengan ketakwaan sebagaimana engkau menghiasi zohirmu dengan hijab yang merupakan simbol wanita-wanita yang menjaga iffah mereka. Dan hati-hatilah jangan sampai arus zaman ini menggulungmu sebagaimana ia telah menghanyutkan wanita-wanita lain sehingga timur mereka menjadi barat, dan utara mereka menjadi selatan.
Waspadalah terhadap tabarruj yang dikaleng (dikiaskan dengan produk-produk seperti makanan/minuman yang dikemas dalam kaleng -pent) yang dinamakan penutup aurat, tapi tinggal nama saja. Dan yang disebut hijab, tapi tinggal sebutannya saja.
Saudariku,
Peristiwa-peristiwa yang  menyedihkan begitu banyak, hal-hal yang memedihkan perasaan tersebar di mana-mana, dan fitnah-fitnah begitu merajalela. Hati-hatilah jangan sampai engkau celaka. Karena dengan kecelakaanmu itu, celaka jugalah umat ini. Apakah engkau menyadari hal itu?
Ya Allah perbaikilah keadaan wanita-wanita kaum muslimin..
Ya Allah perbaikilah keadaan pemuda-pemuda kaum muslimin..
Ya Allah perbaikilah keadaan lelaki-lelaki kaum muslimin..
Ya Allah nyalakanlah dalam hati mereka bara api kecemburuan..
Ya Allah perbaikilah keadaan lelaki-lelaki kaum muslimin..
Ya Allah nyalakanlah dalam hati mereka bara api kecemburuan..
(Selesai)
Diterjemahkan oleh tim redaksi akhwat dari tautan: http://www.salemalajmi.com/main/play.php?catsmktba=138&pagecomment=2

http://akhwat.web.id/
http://kajian.net/
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Salafy Shared - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger